Tuesday, May 15, 2018

Traveling (or Backpacking) with Friend to Aceh : Takengon [Part 2]

Kota Takengon dan Danau lut tawar
Hai, selamat datang di part kedua perjalanan saya di provinsi aceh. Kali ini saya menuju kota takengon. Kota yang terkenal dengan kopi nya.

Awalnya saya dan teman saya nining melihat beberapa foto di dermaga dedalu danau lut tawar takengon. Kami sangat takjub dengan pemandangan yang ada dan kami berpikir "mumpung kita di aceh kenapa ga sekalian jalan-jalan ya kan?"

Nah, kalau ke sabang kemarin saya pribadi tidak begitu khawatir karena saya sendiri sudah pernah ke sabang dan banda aceh. Sehingga lebih kurang saya paham apa yang kira-kira terjadi dan bagaimana kondisi di daerah tersebut.

Lain hal nya dengan kota takengon.

Saya sendiri belum pernah kesana dan tidak tau mengenai kota tersebut. Di kepala saya, kota takengon memiliki danau dan merupakan dataran tinggi di provinsi aceh. Ibaratnya kalau medan punya berastagi, aceh punya takengon. Begitu wkwkwkwk (pengetahuan yang sangat cetek)

Alhasil karena seluruh rencana perjalanan saya yang mengatur perincian waktunya, saya bertanya kepada teman saya kuliah yang kebetulan asli sana. Dia menyarankan saya untuk melihat dulu akun instagram @ilovegayo

Awalnya ekspektasi saya terhadap kota takengon hanya seperti,
"Ah, palingan danaunya kaya danau toba..."
"Ah, palingan kaya dataran tinggi seperti biasa"
Tetapi ketika saya melihat hasil foto orang-orang di tanah gayo tersebut saya sangat takjub. Sangat indah alamnya. Nah, dengan beberapa bekal nasehat yang saya dapat dari teman saya orang takengon, saya dan teman saya nining nekat kesana.

May 8th 2018

Perjalanan ke takengon dimulai dari kami tiba di pelabuhan ulee lheu, banda aceh. Kami notabene bersepakat tidak bertanya lebih ke orang yang paham kota takengon. Takut mengganggu sehingga di risih, akhirnya kami nekat saja tanpa tahu banyak info.

Dari pelabuhan kami mencari becak untuk mengantar kami ke terminal.

Tunggu! untuk ke takengon, kalian bisa memilih 2 cara. Pertama dengan bus dan juga yang kedua dengan L300 (semacam mobil travel).

Nah, abang becak kami tadi menyarankan kami untuk ke terminal L300 saja karena bakal diantar sampai benar-benar tempat tujuan kami. Bukan sperti bus yang hanya sampai terminal saja, notabene lebih murah kan?

Akhirnya kami diantar ke terminal L300 oleh abang becaknya dengan ongkos becak sebesar Rp 30.000,- (disini kami tidak tahu kami ditipu apa tidak, cek dulu berapa harga dengan grab, baru cocokkan dengan harga yang diminta oleh abang becaknya. Kalo ingin berhemat, tentu pilih yang lebih murah. Tapi kami karena benar-benar buta jadwal bus atau L300 ke takengon, kami memilih yang cepat nemu saja hehe)

Di pukul 10.30 sewaktu di becak, abang becaknya berhenti dan bilang kalau dia sudah memberhentikan satu L300 dan kami yang sedang linglung (karena orang aceh meskipun berbahasa indonesia kami tetap bingung dan selalu "hah... apa bang?" dan  minta siapapun untuk berbicara lebih pelan agar kami paham) terpaksa ngikut saja dan naik ke bangku depan L300 tersebut.

Sepertinya disini kami kena tipu, karena supir L300 td minta uang sebesar Rp 60.000,- dan bilang untuk tip si abang becak sebesar Rp 10.000,-. Something fishy, right?

Akhirnya kita manut-manut aja untuk naik L300 tersebut. Kemudian, minibus itu melaju ke terminal L300  untuk pergantian supirnya. Setelah supir berganti, kami diminta untuk membayar uang perjalanan sebesar Rp 120.000,- per orangnya. Langsung teman saya nining bertanya tentang uang yang kami berikan di awal sebesar Rp 60.000,-, akhirnya uang tersebut dikembalikan Rp 50.000,- kepada kami dan si abang supir L300 yang pertama tadi langsung bilang kalo si abang becaknya tadi minta upah karena sudah anter penumpang ke minibusnya. Ah, kesal.

Setelah membayar sebesar Rp 120.000,- dan sembari menunggu penumpang lain, kami melihat penampakan minibus yang kami tumpangi. Sangat bersih, tidak pengap, dan sepertinya baru. Meskipun tidak ber-AC, kipas angin kecil tepat di depan kami selalu hidup sehingga kami tidak kegerahan.

Ada sekitar 5 penumpang selain kami berdua di minibus tersebut. Penumpang lain menuju Lhokseumawe.

Sekitar 1 jam perjalanan, ditengah jalan ada razia yang dilakukan oleh polrestabes aceh besar (yang saya lupa di daerah mana tepatnya). Minibus kami diberhentikan dan ditelantarkan selama 1 jam lebih. Ternyata supir minibus kami tidak memiliki SIM dan kelengkapan surat kendaraannya kurang. Para penumpang di ungsikan (?) ke kantor polisi terdekat untuk menunggu minibus lain sebagai pengganti minibus kami yang ditahan. Sewaktu menunggu minibus baru yang sangat lama, saya langsung menelepon pihak travel untuk komplain sambil marah (well, yang tau siapa saya bakal tau apa yang saya katakan kepada pihak travel wkwkwwk meskipun lebih tidak garang karena saya sadar sedang dikampung orang) dan pihak travel meminta maaf dan minibus pengganti sedang dijalan. 

Sekitar 20 menit setelah saya menelepon, minibus baru datang menjemput. Di dalam minibus pengganti tersebut, ada sekitar 4 penumpang menuju Bireuen. Kami pun melanjutkan perjalanan. 
Setelah hampir 3 hari saya perhatikan, pada umumnya para supir, baik itu bus maupun minibus di Aceh, mereka selalu rapi dan terkesan modis malah. Tidak ada yang namanya bau apek ataupun keringat yang asem. Malah kami berdua jujur minder sama abang supir minibus pengganti kami karena dia sangat wangi dan rapi. Sepanjang perjalanan kami hanya mengobrol sesekali dan tidur-tidur ayam (hanya saya yang sering tertidur, sedangkan teman saya selalu melek wkwkwk). Setelah sampai bireuen, abang supir menurunkan kami di pool L300. Kami di transfer ke minibus lain untuk menuju takengon karena hanya kami berdua yang ke takengon. Disini kami mulai merasa kesal dengan manajemen minibus tersebut, awalnya banda-takengon hanya memakan waktu sekitar 6 jam. Jadi, estimasi waktu kami sampai sekitar pukul 16.00 atau pukul 17.00 sehingga kami mungkin sempat mencari oleh-oleh sebentar kemudian beristirahat dan melanjutkan perjalanan keliling takengon keesokan harinya. Tapi, pada pukul 16.00-18.00, kami masih di daerah bireuen menunggu kepastian kapan minibus yang membawa kami ke takengon sampai. Dari pada stress dan suntuk yang mungkin mengganggu mood liburan kami, kami memilih makan mie aceh di sekitar terminal (hahaa dasar emang kami suka makan, beruntungnya mie acehnya enak sekali, sehingga mood kami kembali membaik hahahaha harga mienya cuma RP 7.000,-).

Pada pukul 18.30, minibus ketiga kami sampai dan hari sudah sangat gelap, minibus melaju di pukul 19.00 (Kesel ga sih!)
Sepanjang jalan kami banyak terdiam karena sudah sangat kelelahan dan jalan menuju takengon jalannya termasuk buruk, tidak seperti sabang ataupun banda yang jalannya sangat bagus. Sampai teman saya berkata
"Baru ini ku tengok jalan di aceh jelek..."
"Kira-kira gimana sih takengon ini, kok banyak kali cobaan mau kesana ya?"

 
Well, sebenarnya jalannya ga parah parah amat, malah seperti jalan biasa di kota medan yang memang parah berlubangnya.

Sepanjang jalan hujan, sehingga kaca minibus berembun. Disini saya sejujurnya sangat panik. 

Singkat cerita, sekitar pukul 21.30 kami tiba di kota takengon. 
Ternyata cobaan kami tidak sampai sini saja, minibus kami menolak untuk mengantar sampai ke hotel. Setelah ditelantarkan begitu saja di kota orang yang kami tidak tau, kami naik becak ke hotel yang letaknya di jalan lintang. Ongkos becak kami sekitar Rp 7.000,- dan hotel yang kami pesan adalah hotel syari'ah darussalam dengan kamar standart seharga Rp 175.000,- per malamnya. Hotelnya cukup bersih dan nyaman dengan harga yang terjangkau.

Kami beristirahat setelah mandi.
PS: yang mandi hanya saya, karena temen saya ga kuat sama dinginnya air takengon wkwkwkwk.

May 9th 2018

Sebagai informasi, hotel yang kami tempati tidak tersedia AC. Jangan kalian kira karena murah sehingga AC tidak ada, tapi karena kota takengon memang sangat dingin. Selimut diambil alih oleh teman saya sehingga saya hanya bisa meringkuk kedinginan hahaha. Setelah sholat subuh, kami bersiap untuk packing pulang ke medan karena check out hotel paling lambat jam 11.00, jadi kami berencana bersiap sekalian menitip barang kami untuk check out kemudian pergi berkeliling.

Dikarenakan kendaraan umum seperti angkot tidak mencapai daerah wisata seperti danau lut tawar, bur telege, atau yang lainnya, kami memilih berkeliling dengan naik becak yang kami sewa untuk membawa kami seharian. Kenapa bukan rental sepeda motor seperti di sabang kemarin? kami sudah mencari rental sepeda motor, tetapi sulit. Yang tersedia hanya rental mobil yang seharinya sebesar Rp 300.000,-. Kami memilih becak juga karena kami sama sekali tidak tergambar bagaimana menuju tempat-tempat yang kami ingin kunjungi tersebut.

Di depan hotel kami memberhentikan becak untuk membawa kami berkeliling kota takengon, danau lut tawar, membeli oleh-oleh dan mengantar kami ke terminal untuk pulang ke medan. Si abang becak tadi memberi harga Rp 200.000,- dan kami pun menawar Rp 150.000,- tapi si abang becaknya bersikeras kalau harga yang diberinya sudah awam di dapatkannya. 

Karena kami "terlalu" yakin bahwa orang takengon tidak suka menekan harga (seperti teman kami yang asli sana bilang) akhirnya kami percaya dan kami langsung naik ke becaknya.

Tujuan pertama kami adalah ke terminal untuk membeli tiket pulang ke medan dengan bus sempati star. Jam keberangkatan dari takengon ke medan umumnya dilakukan malam hari. Pada tiket yang kami beli menunjukkan jam keberangkatan pada pukul 20.30. Harga untuk tiket bus dari takengon ke medan sebesar Rp 160.000,-

Setelah membeli tiket, si abang becaknya membawa kami berkeliling kota takengon dan menuju ke danau lut tawar. Jalan di kota takengon sendiri cukup bagus dan bersih, tetapi ketika dalam perjalanan menuju danau lut tawar, jalan mulai terlihat berlubang dan berbatu. Jarak dari kota ke danau lut tawar tidak begitu jauh, karena kota takengon memang di tepian danau lut tawar.

Si abang becak membawa kami ke beberapa spot yang indah untuk di foto. Spot pertama untuk melihat danau dari atas bebatuan besar, spot kedua untuk melihat dari tepi terdekat, dan yang ketiga seperti dermaga kecil kayu yang sangat indah.
Spot pertama berfoto. Danau lut tawar.


Spot Kedua. Masih di danau lut tawar.

Pemandangan bukit-bukit yang mengelilingin danau lut tawar.

Masih di tepian danau lut tawar


Masyarakat sekeliling danau lut tawar sangat menjaga kebersihan. Sangat berbeda dengan danau toba di sumatera utara. Danau lut tawar bisa dengan mudah dikelilingi dan hanya memakan waktu 2 jam saja.

Setelah berhenti dan berfoto-foto di tempat yang di pilih si abang becak tadi. Kami dibawa menuju dermaga dedalu, tempat yang kami sangat penasaran untuk didatangi. Tempat inilah yang paling diinginkan teman saya untuk berfoto. Hahahahaha.

Dermaga dedalu memang dibuat untuk tempat masyarakat takengon untuk piknik, karena banyak disediakan gazebo-gazebo yang (sepertinya) gratis dan banyak bunga-bungaan yang indah disekeliling taman dermaga tersebut. Jangan takut kelaparan atau haus, karena disana juga tersedia penjual makanan dan juga penjual kopi khas takengon (cara mereka menjual sangat unik). Uang masuk ke dermaga dedalu sebesar Rp 2.500,-.

Bunga-bungaan di taman dermaga dedalu, takengon

Dermaga dedalu, takengon

Masih di dermaga dedalu. Di tepian danau lut tawar

Setelah dari dermaga dedalu, kami meminta si abang becak untuk kami menuju ke tempat penjualan kopi khas takengon untuk kami bawa sebagai oleh-oleh. Sejujurnya kami berdua sama sekali tidak paham tentang kopi-kopi an hahahaha. Pada akhirnya karena sangking banyaknya pilihan kopi, saya ngawur aja beli kopi wine (?) seharga Rp 60.000,- untuk sekitar 250g nya, gayo specialty (?) seharga Rp 50.000,- yang saya lupa berapa ukurannya dan juga beberapa bungkus robusta biasa. Setelah membeli kopi, kami minta untuk membeli beberapa oleh oleh kerajinan tangan seperti tempat pensil bordir, sepatu dan tas khas takengon (btw orang takengon termasuk orang-orang yang susah menawar harga dan cenderung mahal harga yang diberikan, tidak jauh dengan harga pernak pernik yang dijual di tomok. huh!)
Jenisnya terlalu banyak. Pusing hahahaha. Saya bukan penikmat kopi, tapi saya suka dengan aromanya 


kami beranjak makan siang. Kami penasaran dengan ulasan teman kami tentang mieso yang sangat terkenal di takengon, yaitu mieso samalero. Akhirnya kami pergi kesana untuk mencoba. ternyata kami tidak terpuaskan oleh rasanya. Harga seporsi Rp 10.000,- (kalau tidak salah)

Ternyata becak yang kami tumpangi tidak mau membawa kami lagi karena dia berkata ada kerjaan lain. Disini kami merasa ditipu. Harga Rp 200.000,- dari jam 10.00 sampai 13.00 ? make sense ga sih? Kesal sekali.

Akhirnya kami memutuskan setelah makan hanya berjalan kaki menuju hotel kami sembari menunggu waktu untuk kembali ke medan.

Kami berjalan kaki sejauh 2 km dari tempat kami makan menuju hotel sambil membawa banyak tentengan oleh oleh kami masing-masing. Kami perhatikan, di kota takengon ini apa memang jarang orang setempat jalan kaki atau gimana, kami selalu diperhatikan orang setempat. Kadang kami berpikir apa kita terlalu terlihat seperti turis? sepertinya kami menggunakan baju yang sopan. 
Gayo highland mark


Strolling around takengon


Akhirnya kami tiba di hotel, kami yang sudah check out memilih untuk nongkrong di cafe hotel tersebut untuk sekedar makan mie aceh. Harga mie aceh disini hanya Rp 10.000,- dan rasanya enak.

Sekitar pukul 17.00 kami memutuskan untuk ke terminal saja menunggu. Kami memutuskan membawa barang kami dari hotel.
Kami memberhentikan becak dan menawar. Setelah kami naik becak, kami bercerita tentang kejadian kami yang ditipu dengan tukang becak sebelumnya, jadi si abang becak yang ini menawarkan untuk mengantar kami ke bur telege dan berkeliling hanya dengan Rp 70.000,- dan kemudian mengantar kami ke terminal. Akhirnya kami setuju.

Kami di bawa ke bur telege dan berkeliling ke danau lut tawar (lagi). Di bur telege, biaya masuk sebesar Rp 2.500,- dan di sini banyak tersedia tempat untuk foto-foto. Kalo bisa disamakan, bur telege ini menyediakan spot spot selfie seperti bukit indah simarjarunjung.
Kota takengon tampak dari bur telege


Danau lut tawar dari bur telege

Bur telege




Singkat cerita, banyak hal yang buat kami berdebar disini. Jalan turun dari bur telege SANGAT lah mengerikan, jalan beberapa berlubang, tinggi jalan berbeda, jalan sangat berbatu. Kemudian jalanan sepi. Kami yang ketakutan karena jalannya, hanya bisa berdoa. Semoga semuanya baik-baik saja T_T

Becak yang kami tumpangi patah di beberapa bagian sehingga perlu di las. Kami disuruh turun oleh si abang becaknya dan kami jalan sekitar 20 menit.

Setelah diperbaiki, becak kami melanjutkan perjalanan kembali ke terminal untuk kami kembali ke medan dan singgah sebentar ke pasar untuk membeli alpukat seharga Rp 15.000,- untuk 2 kilo nya. Untuk bus yang membawa kami ke medan, sedikit berbeda, tempat kaki cenderung lebih sempit.

Sekian perjalanan kami berdua di kota dingin takengon, kami sejujurnya kalo di suruh untuk kembali ke kota ini belum terlalu ingin karena agak kapok dengan beberapa kejadian di sini. Yang pasti untuk teman-teman perempuan yang ingin ke sini, saya anjurkan untuk membawa teman cowok ataupun laki-laki yang kalian kenal. 

Kami tiba di medan pada pukul 07.00 dengan selamat.

Semoga cerita kami berdua bisa menghibur kalian, terima kasih sudah membaca!

XOXO
Well done. Takengon, see you next time!

4 comments:

  1. question :
    1. siapa nama teman kamu yg asli org aceh yg tak disebutkan namanya itu?
    2. kenapa hrs ke takengon? teringat mantan ato cemceman?
    3. yg namanya nining itu tolong bilangin, udh perjlanan seharian n mau bobok gak mandi??????

    ReplyDelete
    Replies
    1. HAHAHAHAHA ASEMMMMM
      1. Nanti kalo dikasi tau, orangnya terganggu wkwkwkkwk
      2. Gak kok, emang tempatnya bagus. Cak la coba kesana.
      3. HAHAHAHAHA yakan. Gak mandi dia loh wik wkwkwkwkwkwk

      Delete
  2. jawaban yg masuk akal cuma no 3.
    yg lain absurd!!!! :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dear saudari dewik, aku ga mandi dikarenakan biduran ya. Nnti kalok mukeku kagak jelas mana idung bibir sama pipi cemana wkwkwkwkk

      Delete