Monday, March 11, 2019

Pembelajaran dari hari jadi


Medan, 2016.

Pagi itu sepuluh menit menuju pukul sembilan saya menyiapkan diri untuk memberi kejutan di hari lahirnya tepat hari ini. Mencoba ancang-ancang bagaimana bersikap.

Dua hari lalu saya bermohon ke teman untuk menjadi pemutus pilihan yang akhirnya jatuh kepada kaus abu muda dan warna biru gelap yang menurut kami menginterpretasikan palet warna yang digunakan untuk rupa setiap hari. Abu, hitam, coklat, biru tua. Sangat dia sekali. 
Pagi itu masih menerka, bagaimana cara terjitu mendapatkan respon terbaik, apakah dia malu? Apakah kelak risih? Masih berputar-putar dikepala saya sejadi-jadinya.

Pagi itu nyali belum kuat dan bulat. Ada rasa malu yang sangat sulit dikalahkan, jikalau manusia lain disekitar mengeluarkan reaksi. Ah, gengsi. Padahal sudah terpikir sejak dua hari lalu dan senyum selalu terkembang. 
Saya ingat, jadwal harian kami sama dipetang nanti. Membasahi tanah tanaman penentu gelar pendidikan harapan orang tua. Menuju sarjana.

Otak memutuskan secara tepat. Akhirnya, diberikan langsung dan dia tersenyum sore itu. Terima kasih katanya, entah bermaksud apa. Tentu tidak tahu. 
Terpenting, saya sudah mengalahkan pikiran kalut untuk takut. Mau bagaimana nantinya, si pemilik ruh diatas sana yang berperan besar untuk takdir selanjutnya. 
Selamat hari jadi.

Medan, 2017

Setahun yang lalu, sepertinya hati bergemuruh sejadi-jadinya menghadapi hari seperti ini. Tapi tidak hari di tahun ini. Berjuta persona menyadarkan, bukan dia orangnya. Bukan dia orangnya. 
Hati merasa usaha menuju pertahanan kokohnya sudah dipelupuk. 
Memang hanya kesedihan yang dirasa hati, hanya terima kasih tanpa ketulusan yang saya tahu. 
Tahun lalu, seminggu setelah kaus itu menemukan pemiliknya. Seorang kerabatnya yang entah tahu siapa saya berkata yang membuat hati menjadi kecil. Membuat diri menjadi bahan gelitik tawa mereka. Jahat. 
Dari hari ini, saya putuskan. Bukan dia orangnya. Ya bukan dia. 
Tapi hari ini tetap ucapkan lewat pesan singkat ternama, whatssap. 
Selamat hari jadi untuk orang yang bukan disiapkan untuk diri.

Medan, 2018 
Akhirnya, saya lupa sepenuhnya perihal dua tahun sebelumnya. Tidak ingat hari ini hari apa jika sahabatnya memberi tanda, hari ini hari jadinya.

Otak sudah berpasangan dengan hati. Oh, kata kedua organ itu. Tanpa ada ragu. 
Kali ini organ-organ tersebut memerintahkan untuk biasa saja.

Lucunya, saya putuskan, baik. Siap. Respon sumsum tulang belakang menunjukkan gerak refleks. 
Saya sudah lupa dengan si pemilik hari jadi di akhir tahun itu. Terima kasih sudah hiraukan.

Pelan, saya jadi kuat. Kamu salah satu orang penting dihidup karena pembelajaran banyak caranya. 
Bukan berarti karena kamu penting, organ-organ saya masih bergemuruh ketika namamu disebut oleh penghuni alam lain. Kamu merupakan pembelajaran untuk menjadi baru. Semoga lebih baik. 
Selamat hari jadi (yang tidak diucap secara intim seperti lalu)