Medan, 2016.
Pagi itu sepuluh menit menuju
pukul sembilan saya menyiapkan diri untuk memberi kejutan di hari lahirnya
tepat hari ini. Mencoba ancang-ancang bagaimana bersikap.
Dua hari lalu saya bermohon ke
teman untuk menjadi pemutus pilihan yang akhirnya jatuh kepada kaus abu muda
dan warna biru gelap yang menurut kami menginterpretasikan palet warna yang
digunakan untuk rupa setiap hari. Abu, hitam, coklat, biru tua. Sangat dia
sekali.
Pagi itu masih menerka, bagaimana
cara terjitu mendapatkan respon terbaik, apakah dia malu? Apakah kelak risih? Masih
berputar-putar dikepala saya sejadi-jadinya.
Pagi itu nyali belum kuat dan
bulat. Ada rasa malu yang sangat sulit dikalahkan,
jikalau manusia lain disekitar mengeluarkan reaksi. Ah, gengsi. Padahal sudah
terpikir sejak dua hari lalu dan senyum selalu terkembang.
Saya ingat, jadwal harian kami sama
dipetang nanti. Membasahi tanah tanaman penentu gelar pendidikan harapan orang
tua. Menuju sarjana.
Otak memutuskan secara tepat. Akhirnya,
diberikan langsung dan dia tersenyum sore itu. Terima kasih katanya, entah bermaksud apa.
Tentu tidak tahu.
Terpenting, saya sudah
mengalahkan pikiran kalut untuk takut. Mau bagaimana nantinya, si pemilik ruh
diatas sana yang berperan besar untuk takdir selanjutnya.
Selamat hari jadi.
Medan, 2017
Setahun yang lalu, sepertinya
hati bergemuruh sejadi-jadinya menghadapi hari seperti ini. Tapi tidak hari di
tahun ini. Berjuta persona menyadarkan, bukan dia orangnya. Bukan dia orangnya.
Hati merasa usaha menuju
pertahanan kokohnya sudah dipelupuk.
Memang hanya kesedihan yang
dirasa hati, hanya terima kasih tanpa ketulusan yang saya tahu.
Tahun lalu, seminggu setelah kaus
itu menemukan pemiliknya. Seorang kerabatnya yang entah tahu siapa saya berkata
yang membuat hati menjadi kecil. Membuat diri menjadi bahan gelitik tawa
mereka. Jahat.
Dari hari ini, saya putuskan. Bukan
dia orangnya. Ya bukan dia.
Tapi hari ini tetap ucapkan lewat
pesan singkat ternama, whatssap.
Selamat hari jadi untuk orang yang
bukan disiapkan untuk diri.
Medan, 2018
Akhirnya, saya lupa sepenuhnya
perihal dua tahun sebelumnya. Tidak ingat hari ini hari apa jika sahabatnya
memberi tanda, hari ini hari jadinya.
Otak sudah berpasangan dengan
hati. Oh, kata kedua organ itu. Tanpa ada ragu.
Kali ini organ-organ tersebut
memerintahkan untuk biasa saja.
Lucunya, saya putuskan, baik. Siap.
Respon sumsum tulang belakang menunjukkan gerak refleks.
Saya sudah lupa dengan si pemilik
hari jadi di akhir tahun itu. Terima kasih sudah hiraukan.
Pelan, saya jadi kuat. Kamu salah
satu orang penting dihidup karena pembelajaran banyak caranya.
Bukan berarti karena kamu
penting, organ-organ saya masih bergemuruh ketika namamu disebut oleh penghuni
alam lain. Kamu merupakan pembelajaran untuk menjadi baru. Semoga lebih baik.
Selamat hari jadi (yang tidak
diucap secara intim seperti lalu)